Tanggal
29 Mei 2018 adalah sebuah hari bersejarah untukku dan keluarga. Pada hari itu
pula akhirnya aku membuktikan kebenaran bahwa melahirkan adalah sesuatu yang sesuatu
sekali :D
Ceritanya hari
itu akhirnya anakku, Ichi Abdul Rasyid lahir ke dunia yang penuh serba serbi
ini. Ichi lahir lebih cepat 2 minggu lebih dari seharusnya. Karena tak tahu kalau Ichi bakal lahir tanggal 28 Mei 2018 aku masih keliaran di kelurahan lho.
Oh iya, aku adalah seorang fasilitator di program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Kota Bengkulu, kalau dulu orang menyebutnya program PNPM perkotaan. Usai lebaran,
atau lebih tepatnya pada bulan Juli-Agustus adalah jadwal kami mengadakan
pelatihan di masyarakat. Praktis pada bulan Mei ini adalah waktunya kami
menyelesaikan semua proposal dan jadwal pelatihan di masyarakat.
Aku
yang berperan sebagai fasilitator sosial pasti repot keliling kelurahan. Aku mah
bahagia hamil tua jalan di kelurahan, kata orang kan kalau banyak gerak nanti
lahirannya gampang. Eh tapi ini bukan hanya gampang tapi juga lebih cepat 2
minggu lebih.
Ceritanya
sewaktu pulang dari kerja aku merasa perutku agak aneh. Terasa nyeri, tapi
nyeri itu hanya datang sebentar dan hilang. Aku khawatir pasti, aku langsung
browsing di om google. Katanya itu mah kontraksi palsu dan biasa terjadi mulai
2 minggu menjelang kelahiran. Ok, aku merasa tenang. Tapi untuk lebih
menyamankan diri aku meminta Pak Suami mendaftar konsultasi ke dokter kandungan
(dr. Violita, S.PoG) yang buka praktek depan gang rumah. Ternyata antrian di
dokter Violita sudah penuh dan aku harus menerima kenyataan bahwa belum bisa
konsul ke beliau hari itu.
Aku
dan suami akhirnya pergi ke rumah nenek di Lempuing. Beliau bisa urut dan paham
kandungan (baca dukun beranak). Saat sampai di rumah nenek Lempuing aku
langsung berbaring dan diurut dengan beliau, beliau bilang “wah, ini kepalanya
sudah di pintu rahim, kalau kata nenek lahirnya bakalan sebelum lebaran”. Waw
waw waw, ini adalah berita yang mantab. Tak terbayang kalau aku bakal lahiran
secepat itu.
Kami
pulang dengan kondisi perutku sudah tak sakit lagi. Malamnya aku merasa ada sesuatu
yang aneh di perut. Tapi aku santai, toh katanya itu kontraksi palsu. Menjelang
sahur aku merasa perutku makin tak beres. Rasanya kok bayi dalam perut
berputar-putar. Rasa sakit yang ditimbulkan agak sedikit bertambah. Suami menawarkan
untuk pergi ke rumah sakit, aku belum mau, aku pikir ngapain ke rumah sakit toh
aku belum bakalan lahiran. Usai subuh rasanya sudah tak tahan dan suami meminta
adik lelakiku (Ardi dan Daurez) memmanggil bidan yang tinggal tak jauh dari
rumah.
Bidan
langsung datang ke rumah dan memeriksa keadaanku. “Bu, ini sudah bukaan 5
masuk bukaan 6, saya sarankan segera ke rumah sakit”, begitu katanya. Ada satu
hal yang aku baru tahu, ternyata meriksa bukaan saat akan lahiran itu dilakukan
bidan dengan cara memasukkan tangan ke dalam rahim ibu. Itu sakit
man...........................aku kira cukup dilihat saja dari luar
Tears
:T_T:
Kami
buru-buru ke Rumah Sakit Kota Bengkulu. Kami memilih RS kota Bengkulu karena
selain peralatannya masih baru dan bagus, dokter tempat aku konsultasi
kehamilan base-nya di sana. Sebenarnya jarak RS Kota Bengkulu dengan rumahku
tidak jauh, tapi karena dalam kondisi akan lahiran perjalanan bagaikan mau Bengkulu-Bandung
(lama.............). kalau kata Ardi dan Daures, saat berangkat ke RS wajahku
sudah tak karuan, putih pucat dan pastinya aut autan hehe
Kami
sampai di RS Kota Bengkulu pukul 06.30 pagi Waktu Indonesia Barat. Aku sangat berterimakasih
pada tenaga medis yang tidak libur dan stand by 24 jam di pusat pelayanan
kesehatan. Bayangkan kalau mereka liburan semua, berapa banyak orang sepertiku
yang bakal terbengkalai. Yup, betul pada tanggal 29 Mei 2018 itu adalah hari
libur nasional memperingati hari raya Waisak.
Aku
disambut dengan baik oleh tenaga medis di RS Kota Bengkulu dan segera
ditangani. Beruntung aku lahiran saat keluarga kumpul dan tak sibuk. Suami stand
by, Ardi sedang liburan kuliah, Daurez baru selesai ujian dan tinggal menunggu
hasil SNMPTN, Ibu dan Ayah libur sekolah, Nina baru sudah menamatkan
pendidikannya di Padang jadi semuanya bisa membantu dan menemani.
Nina
dan Ibu bagian persiapan di rumah. Ardi dan Daurez bagian wara wiri di RS dan
suami bisa menemani aku di ruang persalinan. Ayah sedang di Seluma dan meluncur
ke Bengkulu. Mertua dari Kepahiang juga segera dihubungi oleh suami meski agak
lama karena terhalang sinyal. Mertuaku dan adik-adik di Kepahiang baru bisa dihubungi
setelah Ichi lahir, sinyal memang sering kali kurang bersahabat dengan daerah
pegunungan.
Alhamdulillah
Ichi lahir pada pukul 07.20 WIB, jadi kami tak begitu lama di RS. Kami masuk
pada pukul 06.30 dan pukul 07.20 WIB si kecil sudah lahir. “Laki-laki bu”,
begitu kata perawat yang menyambut Ichi. Ichi didekapkan ke dadaku dan aku
merasa kok ichi imut sekali, ternyata beratnya memang hanya 2.5 kg, batas
normal bayi hehe...pantas saja lahirnya gampang.
Sesuai
harapan, Ichi lahir dengan normal dan selamat. Hanya saja begitu ya lahiran
normal dan ada jahitan, aku baru tahu. Jahitnya ga pake bius gitu, kebayang kan
gimana gurihnya?
:T_T:
Aku
merasa aneh kok jahitnya berasa banget, jadi aku dan suami sempat tanya ke
bidan apa memang tak menggunakan bius, mereka jawab iya. Katanya jahit tanpa bius
membuat luka cepat sembuh, aku malah disuruh gigit kain.
:T_T:
Sambil
gigit kain, sambil nangis, sambil nahan teriak lengkaplah sudah. Drama ruang
persalinan dengan teriakan yang ditahan dan tangisan akhirnya usai sebelum
pukul 08.00 WIB. Aku sengaja tak menanyakan berapa jahitan yang aku dapat dan
aku salut dengan ibu-ibu di depanku yang baru menyelesaikan 41 jahitannya, luar
biasa itu orang. Sambil menunggu pemindahan ruangan suamiku mengazankan si
kecil.
Pukul
14.30 WIB kami keluar dari RS. Alhamdulillah hasil pemeriksaan menunjukkan
kalau aku dan bayi sehat dan kami boleh pulang. Alhamdulillah karena ada BPJS
kami tak mengeluarkan biaya sepeserpun. Kami menyelesaikan administrasi dan
pulang. Terimakasih semua tenaga medis RS Kota Bengkulu.
Welcome
Ichi Abdul Rasyid
Komentar
Posting Komentar